Persengketaan antar Tim BARCELONA DAN REAL MADRID sampai ke suporter kedua tim

 PERTANDINGAN antara Barcelona dan Real Madrid yang dikenal dengan “El  Clasico” ibarat badai yang setiap tahun menerpa Spanyol. Pertemuan itu tak ubahnya “perang saudara” yang menyita energi, perhatian, emosi, juga kekaguman. Begitu juga dengan “El Clasico”.
Sinisme, dendam, politik, sejarah, dan sebagainya sering menjadi bumbu pertandingan kedua tim yang memang selalu mendominasi Liga Spanyol itu. Bahkan, kepala babi pun bisa sampai ke lapangan.
Itu terjadi pada November 2002 ketika Barcelona menjamu Real Madrid. Suporter Barca begitu marah karena Luis Figo “berkhianat” dan menyeberang ke Madrid. Maka, mereka menyambut pemain Portugal itu dengan lemparan bola golf, botol wiskey, dan yang paling kontroversial adalah cabeza de cochinillo atau kepala babi yang menjijikkan. Itu sebagai simbol betapa sakit hatinya para suporter Barcelona kepada Figo karena menyeberang ke klub yang mereka benci.
Jika Barcelona menyatakan dirinya bukan sekadar klub, maka partai “El Clasico” bukan sekadar pertandingan sepak bola.  Ini seperti simbol pertarungan gengsi antara Catalan dan kerajaan Spanyol.
Sudah bukan rahasia, Catalan merasa bukan bagian dari Spanyol. Mereka bahkan memiliki timnas dan lagu kebangsaan sendiri. Setiap kali partai “El Clasico”, ada saja suporter yang membentangkan spanduk politis. Yang paling sering, “Catalan is not Spain”.
Secara administratif mereka memang Spanyol. Akan tetapi, hati mereka tak pernah merasa Spanyol.
Barcelona sudah menjadi simbol gerakan anti-Spanyol buat warga Catalan, sedangkan Real Madrid simbol kerajaan Spanyol. Semasa kekuasaan Jenderal Franco, Madrid begitu dimanja dan dijadikan kebanggaan, juga simbol Spanyol.
Apalagi, Franco meninggalkan luka di hati warga Catalan. Dia menindas, bahkan membunuh sejumlah tokoh Catalan. Dia juga pernah membunuh pemain Barcelona, bahkan membekukan klub itu. Dia pula yang memaksa Catalan sebagai bagian dari Spanyol dan mencegahnya untuk merdeka.
Gerakan separatisme di Catalan mungkin tak lagi sehebat dulu. Mereka juga tak seekstrem Basque yang sampai memiliki kelompok separatis dalam organisasi  Euskadi Ta Askatasuna (ETA) dan beberapa kali membuat aksi teror, termasuk pengeboman.
Namun, rasa ingin merdeka dari Spanyol tak bisa disembunyikan. Pada partai “El Clasico”, hasrat itu semakin terlihat jelas. Pentas sepak bola menjadi media ekspresi warga Catalan untuk menegaskan bahwa mereka sebuah bangsa sendiri. Spanduk-spanduk mereka sangat terlihat mencerminkan hal itu. Suporter juga sering menyanyikan lagu-lagu kebebasan Catalan, termasuk lagu kebangsaan mereka sendiri.
Maka, wajar jika pertandingan Barcelona lawan Real Madrid selalu panas. Kemenangan bukan sekadar nilai tiga, tetapi juga rasa gengsi, juga harga diri. Bagi warga Catalan, kemenangan dan dominasi atas Real Madrid bisa seperti kemerdekaan kecil.
Sebaliknya, Madrid yang selalu memiliki kekuatan uang tak ingin “kekuasaan” mereka diruntuhkan oleh “gerakan” Catalan dalam bungkus Barcelona. Bahkan, Presiden Florentino Perez pernah menyatakan, dia sengaja menyewa pelatih Jose Mourinho dan menuruti pembelian pemain yang dia inginkan, salah satunya untuk memenangi “El Clasico”. Maklum, Real Madrid selalu kalah dalam empat pertemuan terakhir melawan Barcelona.
Maka, tak heran jika Mourinho juga akan menjadi sasaran tembak Cules, suporter Barcelona. Jika dulu Figo, mungkin dia dan Ronaldo bakal mendapat teror. Apalagi, Mourinho membuat perayaan di Camp Nou yang seolah mengejek warga Catalan saat membawa Inter Milan menang di semifinal Liga Champions musim lalu.
Mourinho juga pernah bekerja di Barcelona. Semula dia menjadi penerjemah buat pelatih Bobby Robson, kemudian menjadi asisten pelatih Louis van Gaal di Barcelona. Posisinya sebagai pelatih Madrid bisa diartikan sebagai pengkhianatan.
Badai “El Clasico” kali ini mungkin lebih panas dari sebelumnya. Sebab, kedua tim tak hanya berebut puncak klasemen, tetapi juga kekuasaan di Liga Spanyol. Madrid sedang bangkit dan ingin merebut kekuasaan Barcelona dalam beberapa tahun terakhir. Namun, ini Catalan. Mereka tak pernah menyerah sedikit pun dari Madrid, simbol kekuasaan Spanyol yang tak mereka akui dalam hati.
Ketat, sudah pasti. Panas, mungkin lebih dari yang kita bayangkan. Yang pasti, pertandingan itu bakal menarik ditonton dan sayang untuk dilewatkan. Ini bagian dari sejarah Spanyol, juga sepak bola. Apalagi, keduanya sama-sama tim terbaik dunia.
Ini juga bakal menjadi ajang pertarungan dua pemain terbaik dunia. Lionel Messi di pihak Barcelona, Cristiano Ronaldo di pihak Madrid.

                                 Tak Hanya di Stadion, Suporter Juga Anarkis di Dunia Maya










Tak hanya di dunia nyata, fanatisme antar suporter yang berlandaskan rivalitas ternyata juga terjadi di dunia maya. Perkembangan dunia internet juga berdampak pada sepakbola. Jejaring sosial, situs berita, dan forum terbuka menjadi lahan empuk untuk melancarkan aksi saling memaki para suporter. Hal itu saya lihat sendiri ketika saya rutin membaca berita online tentang sepakbola. Dari seluruh jenis berita yang diposting, komentar terbanyak berada di kanal sepakbola. Artinya, memang ada sebagian besar pembaca yang merespon berita sepakbola. Sayangnya, dari sekian banyaknya tanggapan pembaca, hampir seluruh komentar tersebut berisi celaan, makian, dan hinaan antar pendukung. Katakanlah, ada suatu berita tentang kekalahan Barcelona. Maka isi komentarnya adalah perang makian antara pendukung Real Madrid (musuh abadi Barcelona-peny) dengan pendukung Barcelona. Bahkan ada juga ejekan dari pendukung MU, AC Milan, Liverpool, dll. Hampir semuanya saling memaki. Ironisnya, semua yang terlibat di sana tentu saja merupakan suporter dari Indonesia. Hanya segelintir orang saja yang melontarkan komentar positif atau tidak terbawa arus. Mencoba melerai pertengkaran dan memberikan solusi perdamaian. Persis seperti yang dilakukan di dunia nyata.
Saya tidak mengerti mengapa mereka begitu berfikiran sempit seperti itu. Sepakbola yang seharusnya dijadikan hiburan, malah digunakan ajang saling melukai antar sesama. Toh, mereka semua belum tentu pernah menonton langsung di stadion kebanggaan klub masing-masing, atau bahkan bertatap muka dengan pemain favorit. Kok bisa-bisanya mereka membela mati-matian klub sepakbola kesayangan mereka seperti itu. Nge-fans boleh-boleh saja, tapi tidak dengan merendahkan klub-klub lain seakan-akan tiada duanya yang pada akhirnya saling hina para pendukung.
Prinsip sportivitas di bidang olahraga khususnya sepakbola semestinya juga dipegang teguh para suporter. Artinya, tidak hanya di dalam lapangan saja (pemain-peny), sikap sportif juga berlaku bagi para suporter. Kalah atau menang, klub kesayangan tetaplah harus didukung. Tapi, bukan dengan merendahkan klub lain yang akan menyinggung pendukung dari klub tersebut yang akan memantik konflik lintas suporter sepakbola.

 
fb

0 Response to "Persengketaan antar Tim BARCELONA DAN REAL MADRID sampai ke suporter kedua tim"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel